Sabtu, 25 Oktober 2014

PENGERTIAN PENDIDIKAN INKLUSI

A.    Pengertian Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif menurut Sapon-Shevin dalam O’Neil(dalam Suparno:2007) didefinisikan sebagai suatu system layanan pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Sedangkan menurut Smith, inklusif dapat berarti penerimaan anak-anak yang mengalami hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi social dan konsep diri(visi-misi) sekolah.
Pendidikan inklusif menurut Johnsen(dalam Suparno:2007) adalah sebagai berikut:
1.      Setiap anak merupakan bagian integral dari komunitas lokalnya, kelas dan kelompok regular.
2.      Kegiatan sekolah diatur dengan sejumlah besar tugas belajar yang kooperatif, individualisassi pendidikan dan fleksibilitas dalam pilihan materinya.
3.      Guru bekerjasama dan memiliki pengetahuan tentang strategi pembelajaran dan kebutuhan pengajaran umum, khusus, dan individual, dan memiliki pengetahuan tentang cara menghargai tentang pluralitas perbedaan individual dalam mengatur aktivitas kelas.

  1. Tujuan dan keistimewaan pendidikan anak berkebutuhan khusus
            Pendidikan inklusif adalah proses pembelajaran yang ditujukan untuk mengatasi permasalahan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus dalam sekolah umum (reguler), dengan menggunakan sumber daya yang ada untuk menciptakan kesempatan bagi persiapan mereka hidup di dalam masyarakat.  Penekanan dari pendidikan inklusif adalah pengkajian ulang dan perubahan sistem pendidikan agar dapat menyesuaikan diri pada siswa.
            Dalam pendidikan inklusif,  semua anak belajar dan memperoleh dukungan yang sama dalam proses pembelajaran dengan anak- anak reguler. Apabila ada kegagalan dalam belajar, maka kegagalan itu adalah kegagalan sistem. Pendidikan inklusif juga dapat menangani semua jenis individu, bukan hanya anak yang mengalami kecacatan. Dengan demikian, guru dan sekolah bertanggungjawab terhadap pembelajaran anak, dan pembelajaran berfokus pada kurikulum yang fleksibel.
            Tujuan pendidikan inklusif adalah untuk memberikan layanan pendidikan bagi siswa yang berkesulitan belajar dan siswa yang memerlukan layanan pendidikan khusus, agar potensi yang dimiliki (kognitif,afektif, dan psikomotorik) dapat berkembang secara optimal dan mereka dapat hidup mandiri bersama anak- anak normal sesuai dengan prinsip pendidikan serta dapat berperan dalam kehidupan berbangsa  dan bernegara.
Tujuan Pendidikan Inklusi :
1)      Memberikan kesempatan seluas- luasnya kepada semua anak (termasuk anak berkebutuhan khusus) untuk memperoleh pendidikan yang sesuai dengan kondisi anak
2)      Mempercepat penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar
3)      Meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah
4)      Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta pembelajaran yang ramah terhadap semua anak
Keistimewaan Pendidikan Inklusif :
Beberapa hal yang menjadi keistimewaan dari pendidikan inklusif dibandingkan dengan pendidikan khusus (segregasi) dan pendidikan terpadu adalah :
1)      Anak diperlakukan seperti apa adanya
2)      Anak belajar di sekolah reguler
3)      Kurikulum pembelajaran berfokus pada anak
4)      Sistem penataan guru menggunakan sistem guru kelas
5)      PBM melibatkan semua anak dalam proses pembelajaran
6)      Anak mempunyai kepercayaan diri yang positif terhadap dirinya sendiri
7)      Lingkungan belajar tidak membatasi anak tetapi melibatkan semua anak.
8)      Biaya yang dibutuhkan paling murah
9)      Berkesinambungan
10)  Memberikan kesempatan berpartisipasi yang sama kepada semua anak
11)  Hak setiap anak dalam pedidikan diakui dan diaktualisasikan dalam  kelas

  1. Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
Dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif, sekolah umum harud memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan. Beberapa persyaratan tersebut antara lain :
1.      Keberadaan siswa berkebutuhan khusus.
Di sekolah inklusif harus ada anak berkebutuhan khusus
2.      Komitmen.
Sekolah harus mempunyai komitmen terhadap pendidikan inklusif, penuntasan wajib belajar, maupun terhadap komite sekolah.
3.      Manajemen sekolah.
Sekolah memiliki jaringan kerja sama dengan lembaga-lembaga yang terkait dengan anak berkebutuhan khusus.
4.      Sarana dan prasarana.
Sekolah mempunyai fasilitas dan sarana pembelajaran yang mudah diakses semua anak.
5.      Sumber Daya Manusia.
Sekolah memiliki ketenagaan yang mendukung pendidikan inklusif, selain guru kelas atau bidang studi juga terdapat guru pendamping untuk anak berkebutuhan khusus, tenaga ahli seperti dokter, psikolog dan terapis.
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif juga harus menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran, yang memungkinkan semua siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan. Berbagai metode, atau strategi belajar sangat memungkinkan dikembangkan pada sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusif untuk menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan fleksibel. Adanya penghargaan pada diri anak dapat memotivasi dan menumbuhkan kepercayaan diri anak.
Ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki guru pendidikan inklusif, yaitu :
1.      Pengetahuan tentang perkembangan anak.
2.      Pemahaman akan kebutuhan dan nilai interaksi komunikasi dan pentingnya dialog di kelas.
3.      Pemahaman akan pentingnya mendorong rasa penghargaan diri anak berkaitan dengan perkembangan, motivasi dan belajar melalui suatu interaksi positif dan berorientasikan sumber.
4.      Pemahaman tentang “Konvensi Hak Anak” dan implikasinya terhadap implementasi pendidikan dan perkembangan semua anak.
5.      Pemahaman tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran yang berkaitan dengan isi, hubungan social, pendekatan, metode, dan bahan pembelajaran.
6.      Pemahaman tentang pentingnya belajar aktif dan pengembangan pemikiran kreatif dan logis.
7.      Pemahaman pentingnya evaluasi dan asesmen berkesinambungan oleh guru.
8.      Pemahaman konsep inklusif  dan pengayaan serta cara pelaksanaan inklusif.
9.      Pemahaman terhadap hambatan belajar termasuk yang disebabkan oleh kecacatan fisik atau mental.
10.  Pemahaman terhadap konsep pendidikan yang berkualitas dan kebutuhan akan implementasi, pendekatan, dan metode baru.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan inklusif dapat menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)yang dikembangkan sekolah sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk anak-anak normal penuh, modifikasi, atau secara khusus dikembangkan program pembelajaran individual (PPI) bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sekolah juga harus mempersiapkan guru pendamping khusus, yang didatangkan dari guru SLB atau guru dari sekolah umum yang sudah mendapatkan pelatihan khusus sebagai guru pendamping anak berkebutuhan khusus.

SOAL LATIHAN

  1. Jelaskan pengertian  pendidikan inklusif
  2. Jelaskan tujuan dilaksanakannya pendidikan Inklusi
  3. Sebutkan beberapa hal yang menjadi keistimewaan dari pendidikan inklusif dibandingkan dengan pendidikan khusus (segregasi) dan pendidikan terpadu
  4. Kemampuan apa yang harus dimiliki guru jika mengajar di sekolah inklusif?

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

A.    Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
            Istilah anak dengan kebutuhan khusus ditujukan pada segolongan anak yang memiliki kelainan atau perbedaan sedemikian rupa dari anak rata- rata normal dalam segi fisik, mental, emosi, sosial atau gabungan dari ciri- ciri itu dan menyebabkan mereka mengalami hambatan untuk mencapai perkembangan yang optimal sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan khusus untuk mencapai perkembangan yang optimal. Anak yang memiliki kelainan tetapi tidak memiliki hambatan dalam mencapai perkembangannya maka tidak termasuk kategori anak dengan kebutuhan khusus, sebab mereka masih dapat mengikuti pendidikan umum dan dapat berkembang secara normal tanpa hambatan serius. Dengan demikian istilah anak dengan kebutuhan khusus karena kekurangannya ditujukan pada anak- anak yang membutuhkan program pendidikan yang khusus sesuai dengan kebutuhannya.
            Samuel A Kirk dan James J. Gallagher yang diterjemahkan oleh Muhamad Amin dan Yusuf Kusumah (1989:3) mendefiniskan anak berkebutuhan khusus atau anak berkelainan adalah anak yang berbeda dari rata- rata anak normal dalam beberapa hal :
a.       Ciri- ciri mental
b.      Kemampuan panca indera
c.       Kemampuan komunikasi
d.      Perilaku sosial
e.       Atau sifat fisiknya
Perbedaan itu haruslah sampai pada tingkatan tertentu sehingga anak tersebut membutuhkan praktek sekolah yang dimodifikasikan atau pelayanan pendidikan khusus untuk mengembangkan kemampuannya yang tinggi dan maksimum
Anak- anak yang memiliki kelainan secara edukatif dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus bilamana kelainannya itu menyebabkan perlunya mengubah program pendidikan untuk menyesuaikan dengan kebutuhannya. Mereka memerlukan layanan pendidikan yang berdeferensiasi dari pendidikan anak- anak biasa/normal, baik dalam metode, alat, materi, startegi dan sebagainya, sesuai dengan jenis dan derajat kelainannya. Jadi kelainan yang dimaksudkan dalam pengertian ini adalah penyimpangan yang cukup berarti/signifikan dari teman-temannya.
Pengertian anak dengan kebutuhan khusus mencakup anak- anak yang memiliki kelebihan atau keunggulan dari anak- anak normal (jenius, gifted and talented) dan anak-anak yang memiliki kekurangan dari anak- anak normal.
Namun dalam kehidupan sehari- hari tidak mudah bagi kita untuk memilah secara eksak antara anak unggul, normal, dan kurang (cacat) sebab dalam kenyataannya ada anak cacat tetapi juga memiliki keunggulan dan mampu meraih prestasi melebihi anak yang normal. Helan Keller misalnya, selain tunanetra dia juga tunarungu tetapi dia juga jenius. Melalui layanan pendidikan khusus dia mampu menunjukkan kejeniusannya dan meraih gelar doktor. Dalam diri anak- anak cacat juga ada kenormalan, sehingga ini menjadi modal untuk mereka untuk layak atau kehidupan secara normal di masyarakat tanpa harus bergantung kepada orang lain, bahkan tidak sedikit anak cacat yang berhasil meraih sukses mengalahkan anak- anak yang normal (Sunaryo(2011):1).

B.    Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus

1.      Pengertian Intervensi Dini
Istilah intervensi berasal dari bahasa Inggris “intervention” yang berarti suatu penanganan, layanan, atau tindakan “campur tangan”. Intervensi ini dimaksudkan untuk membantu anak berkebutuhan khusus dalam rangka mencapai perkembangan optimal.
Fallen & Umansky (dalam Sunardi, 2007:27) menegaskan bahwa intervensi merujuk pada layanan tambahan atau modifikasi, strategi, teknik, atau bahan yang diperlukan untuk merubah perkembangan yang terhambat. Sedangkan istilah dini berarti awal, yaitu usia awal. Berdasarkan pengertian diatas, intervensi dini dapat mengandung dua makna : (1) penanganan atau tindakan campur tangan yang dilakukan kepada anak pada usia dini atau pada tahap perkembangan awal, yaitu pada usia 0-5 tahun, balita, atau usia prasekolah, dan (2) penanganan atau tindakan campur tangan yang dilakukan seawall atau sesegera mungkin setelah diketahui adanya suatu permasalahan atau sebelum sesuatu yang dikhawatirkan bakal terjadi.
Kusnadi (dalam Sunardi, 2007:27) menjelaskan bahwa intervensi dini adalah kegiatan untuk merangsang kemampuan dasar anak, dilakukan pada anak dengan keterlambatan perkembangan dengan maksud mengejar ketertinggalan atau agar penyimpangan yang terjadi tidak bertambah berat, serta dapat melakukan kegiatan sehari-hari sesuai seusinya.
Baker & Brightman (dalam Sunardi, 2007:27) menjelaskan bahwa intervensi dini adalah tindakan yang diberikan untuk mempengaruhi perkembangan dan belajar anak sejak lahir sampai dengan usia 5 tahun yang mengalami kelainan atau keterlambatan perkembangan atau anak-anak dengan factor resiko baik factor biologis maupun lingkungan. Intervensi dini meliputi system, layanan, dan pendukung yang sengaja dirancang untuk meningkatkan perkembangan anak, memperkecil potensi terjadinya kelambatan perkembangan dan kebutuhan untuk memperoleh layanan pendidikan khusus, dan meningkatkan kapasitas para keluarga dan pengasuh.
Greco,V & Leonard,D (dalam Sunardi, 2007:30) menyatakan intervensi dini merupakan program yang sengaja didesain untuk mengoptimalkan pengalaman belajar anak selama periode perkembangan yang paling krusial, yaitu pada masa awal perkembangan. Karena pada masa ini diasumsikan bahwa lebih awal mereka diidentifikasi dan memperoleh pendidikan, akan lebih besar kesempatan untuk menghilangkan pengaruh-pengaruh negative dari kondisi kecacatannya, baik terhadap anak sendiri maupun terhadap masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa intervensi dini adalah suatu program layanan khusus yang sengaja dirancang untuk anak-anak berkebutuhan khusus usia balita dalam rangka mengoptimalkan perkembangannya, mencegah atau memperkecil potensi terhadap terjadinya kelambatan perkembangan dan kebutuhan untuk memperoleh layanan pendidikan khusus, dan meningkatkan kapasitas para keluarga dan pengasuh.
Intervensi dini anak berkebutuhan khusus merupakan sekenario untuk meningkatkan kesiapan anak untuk memasuki sekolah, baik kesiapan fisik, psikologis, maupun social, terutama untuk mengikuti program pendidikan di sekolah regular melalui program pendidikan inklusif disamping diharapkan mampu berdampak pada peningkatan mutu pendidikan juga dalam rangka wajib belajar Sembilan tahun.
Dalam realitas dunia pendidikan kita, kesadaran masyarakat untuk melakukan intervensi dini dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal ini ditandai dengan semakin maraknya klinik-klinik intervensi dini di berbagai penjuru kota, namun secara umum masih sangat memprihatinkan karena masih terbatas pada golongan ekonomi menengah ke atas dan terutama di kota-kota besar, sehingga masih tergolong eksklusif. Untuk itu, masalah intervensi dini perlu terus digalakkan pemasyarakatannya, terutama untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Mengingat kelompok anak ini sangat rawan, rentan, atau memiliki resiko tinggi terhadap munculnya hambatan atau gangguan dalam belajar atau perkembangan sebagai dampak dari kebutuhan khususnya. Intervensi dini sebaiknya tidak dibatasi oleh tembok-tembok kelas, sehingga pelaksanaannya dapat berlangsung di mana saja dan kapan saja. Penyelenggaranya pun dapat dilakukan oleh individu, keluarga, dan masyarakat.

2.      Hambatan yang perlu dipahami dalam Intervensi Dini
Terdapat tiga hambatan yang perlu dipahami dalam intervensi dini, yaitu :
A.      Hambatan belajar
Hambatan belajar meliputi:
a.       Kesenjangan antara prestasi nyata dengan potensi yang dimilikinya
b.      Gangguan dalam proses belajar, termasuk proses pendengaran, penglihatan, dan perabaan. Selain itu proses ketrampilan khusus seperti membaca, menulis, dan berhitung atau fungsi transmisi dari persepsi, integrasi dan ekspresi baik verbal maupun non verbal.
c.       Hambatan tersebut terjadi karena sebab-sebab langsung ataupun tidak langsung dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, motorik, keterbelakangan mental, gangguan emosional, kemiskinan lingkungan, budaya, dan ekonomi. Kondisi-kondisi tersebut dapat berdampak pada belum dimilikinya prasyarat yang diperlukan dalam belajar, sehingga menjadikannya tidak adanya kesiapan untuk belajar sesuatu.
d.      Akibat dari hambatan belajar akan berdampak luas pada kehidupan psikologis, social, emosional, akademik atau dalam kehidupan sehari-hari.
Hambatan belajar merupakan manifestasi terjadinya kegagalan individu dalam memproses informasi atau dalam mencapai prestasi tertentu yang memuaskan, sebagai akibat dari factor internal ataupun eksternal.
Sebagai gambaran pengaruh dari factor internal, Gaddes(Small, 1992) berdasarkan hasil pemeriksaan neurologis terhadap anak berkesulitan belajar menemukan disfungsi lubus frontal dapat berpengaruh terhadap munculnya hambatan dalam ekspresi verbal, menyusun serial, ingatan jangka pendek, koordinasi motorik, proses visual, dan kemampuan melakukan perubahan mental secara cepat. Gangguan pada lobus temporal kiri berpengaruh terhadap munculnya hambatan dalam persepsi auditori, pemahaman bicara, asosiasi verbal dan ingatan cerita. Sedangkan gangguan lobus temporal kanan berpengaruh terhadap munculnya hambatan dalam persepsi ruang, pemahaman gambar, dan ketrampilan music. Gangguan pada lobus parietal berakibat pada munculnya hambatan dalam pemahaman bentuk rabaan, lokalisasi jari, pemahaman arah, dan body image. Gangguan pada lobus parietal bagian kiri umumnya berasosiasi dengan hambatan belajar khusus dalam membaca, dan gangguan pada lobus parietal kanan berkorelasi dengan hambatan dalam persepsi visual-spatial.
Hambatan belajar pada anak berkebutuhan khusus antara lain hambatan belajar ketrampilan motorik, bahasa, kognitif, persepsi, emosi, dan perilaku adaptif. Pada anak-anak yang mengikuti pendidikan di sekolah, hambatan belajar dapat ditinjau dari aspek kemampuan akademiknya seperti hambatan belajar membaca, menulis, dan berhitung.
Hambatan belajar, baik dalam aspek fisik-motorik, kognitif, bahasa, sensoris dan persepsi, emosi maupun perilaku adaptif seringkali muncul sejak usia pra-sekolah, dan jika tidak segera ditangani akan member dampak negative dan luas dalam kelangsungan belajar mereka di kemudian hari. Terakumulasinya hambatan belajar yang terjadi, seringkali didukung oleh situasi lingkungan, terutama lingkungan keluarga yang kurang menguntungkan anak. Misalnya, orang tua yang cenderung menekankan aspek belajar pada segi kognitifnya saja tanpa memperdulikan aspek lain(materi belajar kurang sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi anak).
B.       Hambatan Perkembangan
Hambatan perkembangan pada anak berkebutuhan khusus dapat terjadi apabila dalam keseluruhan atau sebagian interaksi antara anak berkebutuhan khusus dengan lingkungan tidak berlangsung secara positif. Dengan kata lain interaksi yang terjadi tidak berlangsung dalam proses yang saling menguntungkan dan fungsional bagi perkembangan anak berkebutuhan khusus. Tidak fungsional artinya lingkungan tersebut tidak mampu menyediakan layanan intervensi yang mampu memberikan kemudahan, kesempatan atau peluang, stimulasi atau dorongan, dan keteladanan bagi perkembangan fitrah, potensi, atau kompetensi pribadi anak berkebutuhan khusus secara bermakna. Munculnya hambatan perkembangan pada anak, khususnya usia dini, sebagai hasil interaksi yang tidak positif antara anak berkebutuhan khusus dengan lingkungannya tersebut dapat termanifestasi dalam salah satu atau lebih aspek perkembangan, meliputi perkembangan fisik-motorik, kognitif, bicara dan komunikasi, emosi dan social, serta perkembangan perilaku adaptif.

C.       Peranan Lingkungan
Peranan lingkungan yang terdekat dari anak berkebutuhan khusus adalah lingkungan keluarga. Pemahaman perilaku dan perkembangan anak harus dilakukan melalui apresiasi terhadap keluarganya. Atas dasar ini, dalam rangka membantu mengatasi permasalahan mendasar yang dihadapi anak berkebutuhan khusus, yaitu hambatan belajar dan hambatan perkembangannya, orang tua dituntut untuk berbuat sebaik dan seoptimal mungkin sesuai dengan kebutuhan spesifik anak.
Keberhasilan keluarga dalam membantu mengatasi hambatan belajar dan perkembangan anak berkebutuhan khusus sangat tergantung pada bagaimana kemampuan keluarga tersebut dalam menata dan mengembangkan tiga komponen utama ekologi belajar sebagai suatu keutuhan sehingga keberfungsiannya dapat dijadikan sebagai wahana yang mampu memberikan kemudahan bagi perkembangan fisik, psikologis, social, emosional, akademik, dan totalitas kepribadian anak. Ketiga komponen tersebut adalah;
a.       Struktur kesempatan, yaitu sejumlah situasi yang sengaja diciptakan sehingga memungkinkan anak berkebutuhan khusus dapat mencoba dan belajar mengembangkan tingkah laku baru menuju kea rah keberhasilan dan kesuksesan.
b.      Struktur dukungan atau transaksi, yaitu seperangkat kemampuan atau kegiatan orang tua untuk mengembangkan diri dan memanfaatkan secara maksimal seluruh anggota keluarga dan orang-orang lain yang kompeten untuk mendukung upaya pemenuhan kebutuhan spesifik anaknya guna menunjang optimalisasi keberhasilan belajar dan perkembangannya.
c.       Struktur ganjaran, yaitu pentingnya pemberian penghargaan dari lingkungan tepat dan bermakna bagi keberhasilan belajar anak.

3.      Sasaran Intervensi Dini
Sasaran utama intervensi dini adalah anak-anak berkebutuhan khusus dibawah lima tahun, yang meliputi :
a.       Anak-anak denganfaktor resiko, yaitu individu-individu yang memiliki problem dalam perkembangannya yang dapat berpengaruh terhadap  kemampuan belajar selanjutnya. Termasuk dalam kelompok ini misalnya anak-anak yang lahir dari keluarga miskin, lahir premature, kurang gizi, penderita penyakit kronis.
b.      Anak denga kelambatan perkembangannya, yaitu individu-individu yang akibat kondosi fisik atau mentalnya dapat berpengaruh atau menghambat perkembangan kemampuan, prestasi, dan atau fungsinya pada saat anak masuk dalam setting pendidikan bersama-sama anak normal pada umumnya.
c.       Anak-anak dengan kelainan pasti, yaitu individu-individu secara nyata telah mengalami hambatan atau gangguan dalam perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya.
Ditinjau dari aspek tumbuh kembang, yang menjadi sasaran utama intervensi dini adalah aspek perkembangannya. Menurut Kusnadi, aspek perkembangan tersebut mencakup aspek perkembangan gerak kasar, gerak halus, berbicara, bahasa, dan kecerdasan, serta kemampuan bergaul dan mandiri. Sedangkan menurut IDEA (the Individuals with Disabilities Act) ruang lingkup intervensi dini mencakup aspek perkembangan fisik,kognitif, komunikasi, social atau emosional, dan perilaku adaptif.
4.      Tujuan dan Manfaat Intervensi Dini
Secara umum tujuan intervensi dini adalah untuk membantu anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai kapabilitasnya, mendorong dan membantu orang tua dalam mengembangkan anaknya serta mengatasi masalah-masalah psikologis social yang muncul, serta memaksimalkan manfaat anak dan keluarga dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Kofi Marfo, tujuan utama intervensi dini pada anak berkebutuhan khusus adalah untuk mengoptimalkan perkembangan anak.
Baker & Feinfield(dalam Sunardi & Sunaryo, 2007:32) menyatakan hasil yang diharapkan dari intervensi dini adalah agar anak mampu mengembangkan keberfungsian kemampuan kognitif, emosional, perilaku, komunikasi, dan social dengan baik, sedangkan bagi orang tua diharapkan dapat memperoleh keuntungan dalam meningkatkan kehidupannya, pengajaran dan pengasuhan, serta dalam perawatan kesehatan anaknya.
Layanan intervensi dini memberikan manfaat yang signifikan bagi orang tua dan keluarganya. Orang tua dapat meningkatkan sikap, baik terhadap dirinya sendiri maupun kepada anaknya, meningkatkan pemahaman dan ketrampilan pendukung yang diperlukan dalam mendidik dan mengasuh anaknya, terutama dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan khususnya. Selain itu, perkembangan anak juga akan lebih meningkat, mencegah gangguan atau hambatan dalam perkembangan berikutnya, mampu memperoleh pendidikan yang lebih baik, dan pada akhirnya mampu meningkatkan kemandirian dan konsep dirinya, sehingga anak tidak bergantung pada lingkungannya.
Intervensi dapat dipandang sebagai bentuk investasi jangka panjang, karena dapat menghemat biaya pendidikan yang dibutuhkan berikutnya. Melalui pencegahan dan reduksi terhadap hambatan belajar secara tepat memungkinkan anak tidak memerlukan layanan pendidikan khusus dan layanan lain di kemudian hari.

SOAL LATIHAN

1.        Jelaskan latar belakang perlunya pendidikan anak berkebutuhan kusus?
2.        Jelaskan pengertian anak berkebutuhan kusus?
3.        Beri contoh anak berkebutuhan khusus!
4.        Jelaskan pengertian intervensi dini anak berkebutuhan khusus?
5.        Sebutkan dan jelaskan tujuan dan manfaat intervensi dini anak berkebutuhan khusus?